Total Tayangan Halaman

Rabu, 04 Januari 2012

Bioinformasi dalam Dunia Perikanan (Budidaya Perikanan)


hmm,, apa kabar temen-temen??? kembali lagi bersama saya si kodok ijo (#ups). kali ini ada tugas nih dari dosen pengampu Mata Kuliah Teknologi Informasi mengenai posting hasil resume tentang bioinformasi dalam Dunia Perikanan.

judul yang diambil adalah :

                        KLONING cDNA HORMON PERTUMBUHAN IKAN GURAME
(Osphronemus gouramy)
Oleh ;
Estu Nugroho, Alimuddin, Anang Hari Kristanto, Odang (Arman)
Novi Megawati, dan Komar Sumanta Dinata


Hormon pertumbuhan ( growth hormone, GH) merupakan salah satu hormon yang disekresikan oleh somatotrof dari kelenjar pituari. GH memiliki peranan yang sangat penting dalam pengaturan pertumbuhan dan perkembangan dengan cara mendukung proses pembelahan, diferensisasi dan pembesaran ukuran sel. GH memiliki peranan penting yaitu sebagai sebuah agen pengatur pertumbuhan dan potensi. Dalam industri perikanan budidaya aplikasi membuat riset tentang GH banyak dilakukan terakhir ini. Saat ini pemberian GH pada ikan banyak dilakukan, karena pemberian GH pada ikan akan memberikan respon tersendiri terhadap masing-masing jenis ikan.
Sebagai ikan konsumsi komoditas air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi, ikan gurame memiliki prospek pasar yang sangat cerah dalam perikanan budidaya. masalah utama dalam pembudidayaan ikan gurame yaitu pertumbuhan yang lambat dan kurang maksimal dibandingkan dengan ikan tawar lainnya yang terjadi dikarenakan langsung dari laju pertumbuhan somatik yang rendah. 
Melihat potensi yang besar sebagai ikan ekonomis tinggi, maka dalam jurnal ini penelitian yang dilakukan bertujuan untuk memperoleh sekuen DNA Komplemen (cDNA) hormon pertumbuhan sebagai langkah awal dalam rangka pengembangan teknologi rekayasa genetika ikan gurame dan untuk mengetahui pola distribusi dan ontogeni ekspresi gen GH ikan gurami.

metode yang digunakan dalam penelitian adalah:
1. Ekstraksi RNA total dari kelenjar Hipofisa
2. Sintesis cDNA
3. Amplifikasi PCR
4. Purifikasi Fragmen DNA dari gel
5. Ligasi Produk PCR dengan Vektor Kloning
6. Transformasi dan inkubasi bakteri
7. Seleksi koloni Bakteri putih dan pembuatan master plate
8. Isolasi plasmid
9. Sekuensing dan Analisis Sekuens



Berdasarkan hasil analisis BLAST, sekuens hasil cloning adalah sangan mirip dengan gen GH dari berbagai jenis ikan khususnya ikan kelompok anabantid. Dengn demikian diduga bahwa sekuens hasil kloning tersebut merupakan gen GH ikan gurame. analisis homologi asam amino residu antara gen GH gurame dengan gen GH dari beberapa kelompok ikan menunjukkan bahwa GH ikan sangat memiliki homologi tertinggi dengan GH ikan gurame. 
Setelah penginjeksian dilakukan menggunakan media tertentu, tahap selanjutnya dilakukan seleksi koloni bakteri putih dimana koloni tersebut diduga sebagai pembawa cDNA hormon pertumbuhan, kemudian dilakukan isolasi plasmid sebagai bahan sekuen untuk mengetahui susunan nukleotida cDNA GH ikan gurami. Sekuensing ini menggunakan analisis BLAST dari Bank data gen dunia yang merupakan salah satu fasilitas Bioinformasi berbasis teknologi. Hasil sekuensing menunjukan bahwa cDNA GH gurame mempunyai ukuran 843 bp yang menyandikan 204 asam amino tertentu, dapat diketahui pula bahwa hormon pertumbuhan ikan gurami memiliki sekuen nukleotida yang mirip dengan ikan lain seperti ikan sepat, ikan kerapu, ikan nila, ikan mujair, ikan salmon, dan ikan mas. Ternyata susunan nukleotida GH ikan sepatt memiliki kemiripan yang sangat erat dengan ikan gurame , hal ini juga menunjukan bahwa tingkat ekerabatan ikan sepat dan ikan gurame begitu erat.

jelas kan temen-temen???  kalau gag jelas download aja  disini ^o^

Demikian postingan kali ini. sampai bertemu lagi di postingan kodok yang baru nanti yaa temen-temen semua..
Thanks for your responding ^^

Selasa, 03 Januari 2012

Bioinformatic of Aquaculture

bioinformasi dalam dunia perikanan sangat dibutuhkan oleh para pelaku budidaya perikanan dalam meningkatkan kualitas pengetahuan dan sebagai bahan ajar agar dapat mengetahui informasi terbaru dan teknologi terbaru dari dunia perikanan itu sendiri. tentunya akan bermanfaat dan mampu memberikan ilmu pengetahuan bagi yang membutuhkan.

Dalam hal ini, kembali saya mendapatkan tugas dari dosen pengampu mata kuliah saya untuk meresume jurnal tentang bioinformasi dalam dunia perikanan. 
judul yang saya ambil adalah BUDIDAYA IKAN MAS (Cyprinus carpio). mengapa saya ambil judul tersebut???? karena menurut saya ikan mas memiliki prospek pasar yang sangat cerah. selain rasanya yang enak, ikan mas juga memiliki kandungan gizi yang tinggi serta banyakk diminati oleh konsumen. 

Ikan mas merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan memanjang pipih kesamping dan lunak. Ikan mas sudah dipelihara sejak tahun 475 sebelum masehi di Cina. Di Indonesia ikan mas mulai dipelihara sekitar tahun 1920. Ikan mas yang terdapat di Indonesia merupakan merupakan ikan mas yang dibawa dari Cina, Eropa, Taiwan dan Jepang. Ikan mas Punten dan Majalaya merupakan hasil seleksi di Indonesia. Sampai saat ini sudah terdapat 10 ikan mas yang dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologisnya.

Budidaya ikan mas telah berkembang pesat di kolam biasa, di sawah, waduk, sungai air deras, bahkan ada yang dipelihara dalam keramba di perairan umum. Adapun sentra produksi ikan mas adalah: Ciamis, Sukabumi, Tasikmalaya, Bogor, Garut, Bandung, Cianjur, Purwakarta


Dalam ilmu taksonomi hewan, klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut:
Kelas         : Osteichthyes
Anak kelas : Actinopterygii
Bangsa       : Cypriniformes
Suku          : Cyprinidae
Marga        : Cyprinus
Jenis          : Cyprinus carpio L.
Saat ini ikan mas mempunyai banyak ras atau stain. Perbedaan sifat dan ciri dari ras disebabkan oleh adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan kolam, musim dan cara pemeliharaan yang terlihat dari penampilan bentuk fisik, bentuk tubuh dan warnanya.
Adapun ciri-ciri dari beberapa strain ikan mas adalah sebagai berikut:

1) Ikan mas punten: sisik berwarna hijau gelap; potongan badan paling pendek; bagian punggung tinggi melebar; mata agak menonjol; gerakannya gesit; perbandingan antara panjang badan dan tinggi badan antara 2,3:1.
2) Ikan mas majalaya: sisik berwarna hijau keabu-abuan dengan tepi sisik lebih gelap; punggung tinggi; badannya relatif pendek; gerakannya lamban, bila diberi makanan sukaberenang di permukaan air; perbandingan panjang badan dengan tinggi badan antara 3,2:1.
3) Ikan mas si nyonya: sisik berwarna kuning muda; badan relatif panjang; mata pada ikan muda tidak menonjol, sedangkan ikan dewasa bermata sipit; gerakannya lamban, lebih suka berada di permukaan air; perbandingan panjang badan dengan tinggi badan antara 3,6:1.
4) Ikan mas taiwan: sisik berwarna hijau kekuning-kuningan; badan relatif panjang;
penampang punggung membulat; mata agak menonjol; gerakan lebih gesit dan aktif; perbandingan panjang badan dengan tinggi badan antara 3,5:1.
5) Ikan mas koi: bentuk badan bulat panjang dan bersisisk penuh; warna sisik bermacammacam seperti putih, kuning, merah menyala, atau kombinasi dari warna-warna tersebut. Beberapa ras koi adalah long tail Indonesian carp, long tail platinm nishikigoi, platinum nishikigoi, long tail shusui  nishikigoi, shusi nishikigoi, kohaku hishikigoi, lonh tail ikigoi, taishusanshoku nshikigoi dan long tail taishusanshoku nishikigoi


Dari sekian banyak strain ikan mas, di Jawa Barat ikan mas punten kurang berkembang karena diduga orang Jawa Barat lebih menyukai ikan mas yang berbadan relatif panjang.
Ikan mas majalaya termasuk jenis unggul yang banyak dibudidayakan.


PERSYARATAN LOKASI
1) Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor
sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.
2) Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
3) Ikan mas dapat tumbuh normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian antara 150-1000 m dpl.
4) Kualitas air untuk pemeliharaan ikan mas harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik.
5) Ikan mas dapat berkembang pesat di kolam, sawah, kakaban, dan sungai air deras. Kolam dengan sistem pengairannya yang mengalir sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik ikan mas. Debit air untuk kolam air tenang 8-15 liter/detik/ha, sedangkan untuk pembesaran di kolam air deras debitnya 100 liter/menit/m3.

6) Keasaman air (pH) yang baik adalah antara 7-8.
7) Suhu air yang baik berkisar antara 20-25 oC.





PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
Penyiapan Sarana dan Peralatan

Kolam
Lokasi kolam dicari yang dekat dengan sumber air dan bebas banjir. Kolam dibangun di lahan yang landai dengan kemiringan 2–5% sehingga memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.

Kolam pemeliharaan induk
Luas kolam tergantung jumlah induk dan intensitas pengelolaannya. Sebagai contoh untuk 100 kg induk memerlukan kolam seluas 500 meter persegi bila hanya mengandalkan pakan alami dan dedak. Sedangkan bila diberi pakan pelet, maka untuk 100 kg induk memerlukan luas 150-200 meter persegi saja. Bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding bisa ditembok atau kolam tanah dengan dilapisi anyaman bambu bagian dalamnya. Pintu pemasukan air bisa dengan paralon dan dipasang sarinya, sedangkan untuk pengeluaran air sebaiknya berbentuk monik.


Kolam pemijahan
Tempat pemijahan dapat berupa kolam tanah atau bak tembok. Ukuran/luas kolam pemijahan tergantung jumlah induk yang dipijahkan dengan bentuk kolam empat persegi panjang. Sebagai patokan bahwa untuk 1 ekor induk dengan berat 3 kg memerlukan luas kolam sekitar 18 m2 dengan 18 buah ijuk/kakaban. Dasar kolam dibuat miring kearah pembuangan, untuk menjamin agar dasar kolam dapat dikeringkan. Pintu pemasukan bisa dengan pralon dan pengeluarannya bisa juga memakai pralon (kalau ukuran kolam kecil) atau pintu monik. Bentuk kolam penetasan pada dasarnya sama dengan kolam pemijahan dan seringkali juga untuk penetasan menggunakan kolam pemijahan. Pada kolam penetasan diusahakan agar air yang masuk dapat menyebar ke daerah yang ada telurnya.


Kolam pendederan
Bentuk kolam pendederan yang baik adalah segi empat. Untuk kegiatan pendederan ini biasanya ada beberapa kolam yaitu pendederan pertama dengan luas 25-500 m2 dan pendederan lanjutan 500-1000 m2 per petak. Pemasukan air bisa dengan pralon dan pengeluaran/ pembuangan dengan pintu berbentuk monik. Dasar kolam dibuatkan kemalir (saluran dasar) dan di dekat pintu pengeluaran dibuat kubangan. Fungsi kemalir adalah tempat berkumpulnya benih saat panen dan kubangan untuk memudahkan penangkapan benih. dasar kolam dibuat miring ke arah pembuangan. Petak tambahan air yang mempunyai kekeruhan tinggi (air sungai) maka perlu dibuat bak pengendapan dan bak penyaringan.


Persiapan Media
Yang dimaksud pemeliharaan ikan, terutama mengenai pengeringan, pemupukan dlsb. Dalam menyiapkan media pemeliharaan ini, yang perlu dilakukan adalah pengeringan kolam selama beberapa hari, lalu dilakukan pengapuran untuk memberantas hama dan ikan-ikan liar sebanyak 25-200 gram/meter persegi, diberi pemupukan berupa pupuk buatan, yaitu urea dan TSP masing-masing dengan dosis 50-700 gram/meter persegi, bisa juga ditambahkan pupuk buatan yang berupa urea dan TSP masing-masing dengan dosis 15 gram dan 10 gram/meter persegi.



Pembibitan
Pemilihan Bibit
Usaha pembenihan ikan mas dapat dilakukan secara 
tradisional, semi intensif dan secara intensif. Dengan semakin meningkatnya teknologi budidaya ikan, khususnya teknologi pembenihan maka telah dilaksanakan penggunaan induk-induk yang berkualitas baik. Keberhasilan usaha pembenihan tidak lagi banyak bergantung pada kondisi alam namun manusia telah banyak menemukan kemajuan diantaranya pemijahan dengan hipofisisasi, peningkatan derajat pembuahan telur dengan teknik pembunuhan buatan, penetasan telur secara terkontrol, pengendalian kuantitas dan kualitas air, teknik kultur makanan alami dan pemurnian kualitas induk ikan. Untuk peningkatan produksi benih perlu dilakukan penyeleksian terhadap induk ikan mas.



Ciri-ciri untuk membedakan induk jantan dan induk betina adalah sebagai berikut:
a) Betina
- badan bagian perut besar, buncit dan lembek.
- gerakan lambat, pada malam hari biasanya loncat-loncat
- jika perut di striping akkan keluar cairan berwarna kuning


b) jantan
- badan tampak langsing
- gerakan lincah dan gesit
- jika perut di striping mengeluarkan cairan berwarna putih



Pembenihan/Pemijahan
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemijahan ikan mas:
a. Dasar kolam tidak berlumpur, tidak bercadas.

b. Air tidak terlalu keruh; kadar oksigen dalam air cukup; debit air cukup; dan suhu berkisar 25 oC.
c. Diperlukan bahan penempel telur seperti ijuk
d. Jumlah induk yang disebar tergantung dari luas kolam, sebagai patokan seekor induk seberat 1 kg memerlukan kolam seluas 5 meter persegi.
e. Pemberian makanan dengan kandungan protein 25%. Untuk pellet diberikan secara teratur 2 kali sehari dengan takaran 2-4 % berat induk ikan.



Pemeliharaan Bibit/Pendederan
Pendederan atau pemeliharaan anak ikan mas dilakukan setelah telur-telur hasil pemijahan menetas. Kegiatan ini dilakukan pada kolam pendederan (luas 200-500 meter persegi) yang sudah siap menerima anak ikan dimana kolam tersebut dikeringkan terlebih dahulu serta dibersihkan dari ikan-ikan liar. Kolam diberi kapur dan dipupuk sesuai ketentuan. Begitu pula dengan pemberian pakan untuk bibit disesuaikan dengan ketentuan.


demikian resume bioinformatika tentang budidaya perikanan. mudah mudahan dapat berguna buat temen-temen yang membutuhkan. ><
thanks for your responding :')

Kamis, 22 Desember 2011

apakah GIS dan Penginderaan Jarak Jauh itu ?????????

GIS dan sistim pengelolaan informasi lingkungan saat ini merupakan alat utama yang digunakan di bidang kehutanan dan pengelolaan sumber daya alam. Bagaimanapun juga, para peneliti menghadapi banyak tantangan yang diantaranya berkaitan dengan skala, perubahan dinamik bentuk bentang alam, kelengkapan dan ketepatan data, efisiensi analisa dan penerapan alternatif dalam melakukan pemantauan status keanekaragaman hayati.

Workshop yang diselenggarakan pada tahun 1998 banyak menyoroti berbagai isu tersebut. Salah satunya adalah Konferensi Internasional yang sebagian dibiayai oleh CIFOR tentang Data Management and Modeling for Tropical Forest Inventory, berlangsung di Jakarta, Indonesia, pada bulan Oktober. Konferensi tersebut berusaha mencari solusi untuk meningkatkan kegiatan pemantauan dan penilaian hutan serta sumberdayanya, disamping memperbaiki model simulasi serta pengumpulan koleksi data yang digunakan dalam pengambilan keputusan tentang penggunaan lahan.

GIS dan teknologi lainnya menjadi fokus utama di banyak kegiatan penelitian CIFOR. Dalam salah satu penerapan temuan barunya, para peneliti di Humid Forest Zone, Kamerun, menggunakan GIS untuk lebih memahami karakteristik pasar hasil hutan non-kayu. Meskipun banyak kajian tentang pasar NTFP sering menyebutkan adanya beberapa karakteristik spatial yang mempengaruhi komersialisai NTFP seperti jarak, infrastruktur transportasi, jumlah populasi dan penyebaran hutan, tetapi hanya sedikit yang menggunakan GIS sebagai alat analisis. Penggunaan teknik ini memudahkan para peneliti CIFOR dan mitranya untuk lebih memahami struktrur spatial pasar dan dinamika perdagangan NTFP di kawasan yang dikaji – hal ini sangat bermanfaat jika lebih ditujukan pada penanganan intervensi kebijakan.

Demikian halnya dengan program baru penelitian NTFP di Kalimantan Timur, Indonesia yang dilakukan oleh CIFOR dan lembaga mitranya akan memperoleh manfaat dengan digunakannya GIS serta komponen analisa spasial yang diluncurkan pada tahun 1998. GIS/kegiatan analisa spasial yang dibiayai oleh hibah dari Canadian International Development Agency (CIDA), akan mengukur serta memetakan perubahan penutupan hutan dan pemanfaatan lahan yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Hal ini diperlukan untuk menyusun kerangka kerja dalam rangka mendukung kajian tentang ketergantungan penduduk lokal pada perdagangan NTFP pada berbagai tingkatan perkembangan hutan.

apakah GIS dan Penginderaan Jarak Jauh itu ?????????

GIS dan sistim pengelolaan informasi lingkungan saat ini merupakan alat utama yang digunakan di bidang kehutanan dan pengelolaan sumber daya alam. Bagaimanapun juga, para peneliti menghadapi banyak tantangan yang diantaranya berkaitan dengan skala, perubahan dinamik bentuk bentang alam, kelengkapan dan ketepatan data, efisiensi analisa dan penerapan alternatif dalam melakukan pemantauan status keanekaragaman hayati.

Workshop yang diselenggarakan pada tahun 1998 banyak menyoroti berbagai isu tersebut. Salah satunya adalah Konferensi Internasional yang sebagian dibiayai oleh CIFOR tentang Data Management and Modeling for Tropical Forest Inventory, berlangsung di Jakarta, Indonesia, pada bulan Oktober. Konferensi tersebut berusaha mencari solusi untuk meningkatkan kegiatan pemantauan dan penilaian hutan serta sumberdayanya, disamping memperbaiki model simulasi serta pengumpulan koleksi data yang digunakan dalam pengambilan keputusan tentang penggunaan lahan.

GIS dan teknologi lainnya menjadi fokus utama di banyak kegiatan penelitian CIFOR. Dalam salah satu penerapan temuan barunya, para peneliti di Humid Forest Zone, Kamerun, menggunakan GIS untuk lebih memahami karakteristik pasar hasil hutan non-kayu. Meskipun banyak kajian tentang pasar NTFP sering menyebutkan adanya beberapa karakteristik spatial yang mempengaruhi komersialisai NTFP seperti jarak, infrastruktur transportasi, jumlah populasi dan penyebaran hutan, tetapi hanya sedikit yang menggunakan GIS sebagai alat analisis. Penggunaan teknik ini memudahkan para peneliti CIFOR dan mitranya untuk lebih memahami struktrur spatial pasar dan dinamika perdagangan NTFP di kawasan yang dikaji – hal ini sangat bermanfaat jika lebih ditujukan pada penanganan intervensi kebijakan.

Demikian halnya dengan program baru penelitian NTFP di Kalimantan Timur, Indonesia yang dilakukan oleh CIFOR dan lembaga mitranya akan memperoleh manfaat dengan digunakannya GIS serta komponen analisa spasial yang diluncurkan pada tahun 1998. GIS/kegiatan analisa spasial yang dibiayai oleh hibah dari Canadian International Development Agency (CIDA), akan mengukur serta memetakan perubahan penutupan hutan dan pemanfaatan lahan yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Hal ini diperlukan untuk menyusun kerangka kerja dalam rangka mendukung kajian tentang ketergantungan penduduk lokal pada perdagangan NTFP pada berbagai tingkatan perkembangan hutan.

Selasa, 13 Desember 2011

hari apa ini???

galau nih kalo gini ceritanya. lo oran bayangin aja, jauh jauh gua come to lampung dari semarang cuma mao jalan jalan sama do'i. eh ga taunya cuma dcuekin ajee..
gag dianggep apa gua ini. hahahaha. mendadak lebay. wkwkwk
mau share dunk gmn buat menghadapi cowok yg kae gtu. orang yg terlalu pols. jalan ma gue,, ceweknya ajee gag mau. paraahhh. mau marah tapi gua sayang. itu juga karna emang sifat dia. bukan karna dia gag mau ketemu gue. bukan karna dia gag sayang ma gue.
aduuhhh,, andai dia tau apa yang gua ppengen yaahh.
pengen pulangggg. oh mama. oh papa. ai miss yu. :-*

Senin, 07 November 2011

Artikel Ilmiah tentang NCBI (National Centre of Biotechnology Information)

Setelah sukses swasembada beras tahun 1984, peningkatan produktivitas padi di Indonesia tidak begitu signifikan. Sementara kebutuhan akan komoditi ini semakin meningkat. Untuk itu, saat ini perlu dilakukan lompatan produktivitas tanaman pangan melalui inovasi bioteknologi. Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Lampung, Bustanul Arifin pada lokakarya Dapatkah Biotek Berperan dalam Ketahanan Pangan, di Jakarta, pekan lalu mengungkap, saat ini dibutuhkan lompatan peningkatan produksi padi untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional di masa datang. Pada periode 1996-2007, produktivitas padi hanya tumbuh 0,58%, produksi padi tumbuh 1,01%. Peningkatan ini lebih kecil dari pertumbuhan penduduk yang mencapai 1,3% per tahun, ujarnya. Untuk itu, menurutnya bioteknologi modern menjadi tumpuan untuk meningkatkan produksi padi. Namun sayangnya, kebijakan penerapan bioteknologi belum dapat diterapkan optimal. Padahal, hingga kini belum ditemukan fakta-fakta yang mengkhawatirkan seputar keamanan pangan produk bioteknologi. Lambannya penerapan bioteknologi di Indonesia ini, menurut Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian Achmad Suryana, karena terkendala belum lengkapnya Peraturan Pemerintah (PP). Achmad Suryana mengingatkan tanaman hasil rekayasa genetika merupakan produk teknologi yang sensitif dan masih perlu upaya membangun kepercayaan publik dalam pemanfaatannya di Indonesia. Pembuatan instrumen untuk melaksanakan peraturan tersebut, harus melibatkan berbagai kepentingan (stake holders) yang memiliki sudut pandang berbeda-beda sehingga menyebabkan lambatnya untuk memperoleh kesepakatan. Senada dengan Achmad Suryana, Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetika Pertanian, Sutrisno mengatakan agar tanaman produk rekayasa genetika bisa diterapkan secara luas maka perlu memenuhi ketentuan aman lingkungan, aman pangan dan aman pakan. Saat ini pedoman aman lingkungan sudah ada, sedangkan aman pangan baru disahkan oleh Badan POM Juli 2008 berupa Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan, sementara pedoman aman pangan belum ada, kata Sutrisno menambahkan. (Untuk informasi lebih lengkapnya silahkan berlangganan Tabloid SINAR TANI. SMS ke : 0815 8441 4991)